Langsung ke konten utama

Bintang (1)



Cahaya gemerlap diluar sana menyapaku  malam ini. Seakan memaksaku untuk keluar kamar dan mendongak menatapnya nun jauh disana.Titik – titik terang disana juga seolah membuatku ingin menggapainya.
Menggapainya.
Apakah mungkin kubisa menggapainya? Sedangkan titik terang yang kusebut ‘Bintang’ itu sangatlah jauh dan hanya bisa kulihat dari kejauhan saat malam hari datang.
Ah, pikiranku kalut. Melayang tanpa arah.
Sejatinya, saat ini aku sedang teringat akan seseorang, yang mungkin sama halnya dengan bintang diatas sana. Sulit untuk kugapai.
Sekelebat memori pikiranku tiba-tiba memutar kejadian 1 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 12 Juni 2014.
Saat itu, aku terlambat memasuki ruang olimpiade PAI ku di salah satu sekolah negeri di Malang. Aku masih kebingungan mencari tempat dudukku yang entah dimana ,disaat semua peserta sudah mulai mengerjakan soal dihadapan mereka.
Disitu tempatmu. ” Kata salah satu peserta yang duduk di barisan yang berhadapan dengan juri.
Lantas aku terdiam dan memalingkan wajahku kearah suara itu.Aku sempat terkesima dengan perasaan yang masih terheran-heran, sebelum akhirnya aku menjawab “Terima kasih” pada dirinya.Sempat kulihat juga bedge orange di seragamnya yang menunjukkan bahwa ternyata dia adalah kakak tingkatku di sekolah. Dan aku sama sekali tidak pernah melihatnya selama 1 tahun ini.
Setelah itu, aku akhirnya duduk di tempat yang sudah ditunjukkannya tadi, tepat tiga baris di sebelah kirinya.
‘Bagaimana dia bisa tahu namaku?’.
Sejenak kuhapuskan pikrikanku itu seraya mulai berkonsentrasi menjawab 50 soal PAI dihadapanku.
Sejak saat itu,aku tak pernah bertemu dia lagi di sekolah.Hingga saat aku naik ke kelas sebelas jurusan bahasa.Bahkan aku tidak pernah menyangka jika ternyata seseorang itu adalah kakak tingakat satu jurusan denganku.Ya, saat itu dia berkelas di dua belas bahasa.Tepat di bawah kelasku.
Aku mengetahuinya saat siang itu, 3 September 2014, dia dan teman-temannya mengajak kami, anggota kelas sebelas bahasa dua, untuk bergabung dalam salah satu buletin berkala berbahasa arab di sekolah.  Setelah memperkenalkan diri, menyampaikan visi misi tujuan diterbitkannya bulletin itu, dia kembali membuatku terkesima untuk yang kedua kalinya.
“Bagi kalian yang ingin daftar, silahkan daftar ke ketua kelas kalian. Disini siapa ketuanya?”, Tanya salah seorang anggotanya.
Seluruh kelasku ricuh seketika dan menunjuk ketua kelasku yang saat itu duduk di barisan paling belakang.
“Nggak. Ke dia aja itu”.Kata seseorang itu sambil menujuk kearah dimana aku duduk saat itu.
Spontan, aku langsung membuang pandanganku ke luar jendela. Seketika aku tersenyum kecil sambil bergumam dalam hati, ‘kenapa harus aku lagi..”
Hahaha.Masa masa itu membuatku tertawa geli malam ini.Entah mengapa aku mendadak merindukan masa itu.Masa saat dia masih berseragam, masih bisa kulihat walau hanya sekelebat. Entah itu di kantin, di kantor, di depan kelas, dan dimana saja  yang pastiyna selalu membuat tingkahku seperti anak kecil.
Selama itu aku hanya bisa tersenyum saat melihatya.Diam – diam teryata aku mengaguminya.Dia seolah seperti penyemangatku disini.Perlahan-lahan juga, Allah mulai menampakkan kelebihan-kelebihannya yang membuatku semakin kagum.
Hanya sebatas kagum.
Mengapa?
Karena bagaimanapun, dia adalah bintang yang hanya bisa kulihat dari kejauhan.Tanpa bisa kugapai.
Angin malam berhembus lembut mengibar-ngibarkan jilbabku.Aku pun memejamkan mata, menikmati dinginnya malam yang mulai menusuk dadaku ini.Aku teringat kembali memori-memori itu.
Kali ini, saat aku dan kedua rekanku diberi amanah untuk memimpin acara wisuda purnasiswanya.Jujur, ini adalah salah satu keinginan terpendamku selama beberapa bulan terakhir.Dan aku tak ingin melewatkan saat – saat itu.
Entah mengapa, hati kecilku mengatakan bahwa Sabtu itu bukan hanya sekedar perpisahannya dengan kawan sejawatnya.
Tapi juga perpisahanku.
Hhh. Aku mengembuskan nafas dalam-dalam, sedalam aku menghembuskan nafasku sebelum aku mengucapkan “Assalamu’alaikum” pada awal acara. Sedikit menegangkan bagiku, walaupun ini merupakan kali kedua .Ada rasa yang berbeda.Sepertinya saat itu 2 perasaan di hatiku sedang bergelut.
Perang batin, mungkin.
Aku harus bahagia atau sedih?
Ikut bahagia karena kesuksesannya menyelesaikan masa putih abu-abunya. Atau, justru bersedih karena lagi lagi hati kecilku mengataka jika akhir pekan itu akan menjadi pertemuan terakhirku.
Sudahlah.
Aku segera mengenyahkan pikiranku dan kufokuskan kembali pada para audienceku yang semuanya bukan orang-orang sembarangan.
Sampai pada waktu giliran para wisudawan dari kelas dua belas bahasa dua berbaris di hadapanku, menunggu untuk maju ke atas panggung.Satu persatu maju hingga saat wisudawan bernomor urut 16 itu kini berdiri tepat di hadapanku.Aku hanya bisa diam. Mencoba menetralkan keadaanku saat itu lebih tepatnya.
“Ini dikasih ke siapa?”
Aku terkejut. Dia bertanya kepadaku sambil menyodorkan kertas kecil yang bertuliskan :‘DAFDIR (diberikan ke MC saat prosesi).
Aku mendongak. Dan anehnya, aku tak tau apa yang yang harus kukatakan. Jujur, mulutku kaku.
Sebenarnya  kertas itu bukan diberikan pada MC. Namun, diberikan pada 2 guru yang bertugas di sebelah kanan meja MC ini.
Aku masih terdiam hingga akhirnya rekan MC ku merebutnya dan memberikan kertas kecil itu ke salah satu guru.
Ah, memalukan.
Ya Tuhan. Apa sebenarnya yang terjadi saat itu? Kenapa tiba-tiba aku seperti orang dungu dihadapannya?
Sejenak kemudian, ketika namanya disebut untuk menaiki panggung, aku memberanikan diri untuk mendongakkan wajahku kembali.Ke arahnya.Lelaki berpakaian putih hitam itu menerima kalungan medali kuning dapi kepala sekolahh.
Bahagia.Bangga.Bersyukur.
Keinginan yang terpendam selama ini kini telah dikabulkan olehNya.Aku bisa merasakan perasaan lega di dalam hatiku saat itu.‘Terima kasih, Ya Allah’.
Acarapun ditutup dengan do’a oleh Murabbi Ruhnya.Setelah itu, aku memberanikan diri untuk meminta secuil kenangan padanya. Ya, sebenarnya aku tau jika dia tak akan mau. Namun, sekali lagi aku memintanya dengan tulus.Aku ingin menjadikannya sebagai kenangan bersama satu penyemangatku mempelajari bahasa firmanNya.Dan saat itu, aku juga diperkenankan untuk memakai medali kuningnya.
Mungkin, bagi orang lain ini hal yang biasa. Namun yang kurasakan saat itu bukanlah hal yang biasa, menurutku.Aku bisa langsung berhadapan dengan bintang yang selama 1 tahun terakhir ini hanya bisa kulihat dari kejauhan.
Aku kembali tersadar dari lamunan memoriku saat rintik hujan mulai turun. Aku kembali mangangkat wajahku ke atas sana. Sesaat aku mulai menyadari jika malam ini mendung.Bintang pun telah sempurna tertutup awan gelap.
Tiba-tiba saja, perasaanku ikut menjadi kelabu.Aku terngiang kembali.
Seseorang yang resmi menjadi alumni di tanggal 23 Mei 2015 itu berkata, “Iya, aku mau boyong”.
Ya, ku sudah menduganya.Akhirnya aku kembalikan medali kuningnya yang setelah sekian lama berada di kalunganku.
Dia pun mulai meninggalkan aku yang yang masih terpaku berdiri menatapya pergi.
‘Tidak!Aku harus bahagia.Bukan saatnya bersedih saat ini.Tolong, jangan’.Pekikku dalam hati.
Hujan turun semakin deras.
Aku menguatkan diriku sendiri agar tidak bersedih malamini.Cukuplah. Aku akan pendam semuanya sendiri. Aku akan menikmatinya malam ini bersama hujan. Malam ini saja, aku ingin mengenangnya.
‘Lepaskan, Afifah!’
Aku mulai mengerti. Aku bisa belajar dari pertemuan singkatku itu.Ya, aku tak mau menghancurkan masa putih abu-abuku ini dengan harapan tinggi itu. Aku tak ingin jatuh lagi.Aku tak ingin rasa kagum ini berubah menjadi lebih.
Tidak. Jangan dulu.
Saat ini adalah giliranku yang duduk di penghujung. Aku sadar akan kewajibanku yang lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya.
Aku bersyukur karena ternyata perpisahan ini memberikanku pelajaran berharga.Perpisahan yang akhirnya membawa ketenangan dan kedamaian.Perpisahan yang menyadarkanku agar tak mudah terbawa larut pada perasaan.
Aku ikhlas berpisah dengan seseorang yang ku kagumi aura ketenangannya.Aku ikhlas berpisah dengannya demi janjiku pada Sang Maha Agung untuk tidak mengulangi lagi masa-masa ‘kelamku’ dulu.
Buliran air tiba-tiba mengalir dari pelupuk mataku.Namun, cepat-cepat aku menghapusnya.Aku mencoba untuk tersenyum.Kupejamkan mataku sambil menghirup aroma hujan yang masih deras malam ini.
‘Bintangku, terima kasih untuk pertemuan singkat ini.Terima kasih telah menjadi wasilah Allah untuk menyadarkan aku.Bintangku,dimanapun kau berada, tetaplah menjadi bintang yang aku kenal. Tetaplah menjadi seseorang yang selalu terlihat tenang menghadapi gelutan dunia.Tetaplah menjadi inspirator bagi sekelilingmu dimanapun kau berada.
Walaupun sekarang aku tak bisa melihatmu lagi, aku selalu berdo’a untuk kebaikan kita.Semoga suatu saat nanti, Allah bisa memberikan kesempatan bagiku untuk melihatmu lagi.
Selamat berpisah, bintangku..’
Aku kembali membuka mataku.Hujan masih turun walau tak sederas tadi. Kutengok jam tanganku yang tak terasa sudah menunjukkan waktu sudah larut malam. Aku beranjak masuk ke dalam kamarku.Aku pun merebahkan tubuh seraya menarik selimutku.Sesaat kemudian, mataku mulai terpejam.Aku terlelap di malam yang dingin beraroma hujan ini.
Dan aku bermimpi bertemu lagi dengan bintangku itu… (to be continued)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 Kalimat Sederhana Pelebur Dosa

قال الفقيه أبوا الليث رحمه الله تعالى : من حفظ على سبع كلمات فهو شريف عند الله تعالى و الملائكة و يغفر الله ذنوبه و لو كانت مثل زبد البحر و يجد حلاوة الطاعة و يكون حياته و مماته خيرا Imam Al Faqih Abu Laits Rohimahullahu Ta’ala berkata : Barangsiapa yang menjaga 7 kalimat ini, maka ia termasuk orang yang mulia di sisi Allah SWT dan para malaikat. Allah pun akan mengampuni dosa-dosanya walaupun seluas lautan. Ia juga akan mendapatkan manisnya ketaatan. Serta hidup dan matinya ada dalam kebaikan الأولى أن يقول عند ابتداء كلّ شيء بسم الله “ Mengucapkan Bismillahirrohmaanirrohim ketika memulai segala sesuatu”. الثانية أن يقول عند فراغ كلّ شيء الحمد لله “ Mengucapkan Alhamdulillahi Robbil ‘Aalamin ketika selesai mengerjakan segala sesuatu”. الثالثة أن يقول إذا جرى على لسانه مالا يعنيه أستغفر الله “Mengucapkan Astaghfirullaahal ‘Adzim jika lisannya mengucapkan kata yang tidak dikehendaki”. الرابعة أن يقول إذا أراد فعلا إن شاء الله “Mengucapkan Insyaa Allah ketika ingin...

Ahlan wa Sahlan Yaa Syahra Rajab

Selamat malam, Sahabat Afifah dimanapun anda berada . Alhamdulillah wassyukrulillah, kita  semua kembali     bersua dengan Bulan Allah, yakni Bulan Rajab. Maa Syaa Allah.. Kenapa bisa disebut dengan bulan Allah? Ada misteri apa sih dibalik bulan Rajab? Dan apa saja amalan-amalan yang disunnahkan pada bulan Rajab? Penasaran? Yuk kita simak bersama 7 hadits penggalan dari kitab Durrotun Naashihin dibawah ini.  ** Bismillaahirrahmaanirrahiim.. قيل إن في رجب ثلاثة أحرف راؤه يدلّ على رحمة الله و جيمه يدلّ على جرم العبد و باءه يدلّ على برّ الله تعالى كـأنه يقول يا عبدي جعلت جرمك و جنايتك بين برّي و رحمتي فلا يبقى لك جرم ولا حناية بحرمة شهر رجب (مجلس الأنوار). 1.     Dikatakan bahwasannya dalam kata رجب terdapat 3 huruf, yakni ر yang menunjukkan رحمة الله (Rahmat Allah), ج yang menunjukkan جرم العبد (dosanya hamba), dan ب yang menunjukkan برّ الله (kebaikan Allah). Sebagaimana firman Allah yang berbunyi “Wahai hamba-Ku...

Keluarga Allah

Selamat malam, sahabat. Bagaimana kabar kalian? Semoga selalu dalam naungan cinta-Nya. Aamiin. Mungkin, sebagian dari kalian terheran-heran sewaktu membaca judul post kali ini? ‘Kali iya Allah punya keluarga?’ atau jangan sampai kita beranggapan jika Allah sama dengan makhluq-Nya, mempunyai ayah, ibu, anak, dsb. Na’udzubillahi min.... dzalik. Seperti yang kita ketahui bahwasannya Allah itu Maha Esa. Tidak beranak, tidak pula diperanakkan. (Al Ikhlas : 3) Lalu, siapa sebenarnya keluarga Allah itu? Di dunia, atau di akhiratkah? Dan, apakah kita termasuk di dalamnya? Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه قال : سمعت رسول الله صلى الله تعالى عليه و سلم يقول : "من كان يرجو لقاء الله فليكرم أهل الله , قيل يا رسول الله هل لله عز و جل أهل ؟ قال نعم , قيل من هم يا رسول الله ؟ قال أهل الله في الدنيا الذين يقرءون القرأن , ألا من أكرمهم فقد أكرمه الله و أعطاه الجنه , و من أهانهم فقد أهانه الله و أد...