Sebuah kisah yang patut
direnungkan siapa saja. Terutama yang sedang ditimpa musibah, kehilangan, atau
bahkan merasa lelah menjalani hidup ini.
May Allah always keep us. Aamiin.
*
Sekian tahun sudah Beliau
merasakan sakitnya. Sekian lamanya Beliau hidup menderita akibat penyakit yang
kian lama kian mengerikan menggerogoti tubuhnya. Beliau kini hanya seorang diri
ditemani istri Beliau yang selalu setia melayani dan mendampingi disaat semua
orang merasa jijik terhadap Beliau.
Beliaulah, Nabiyyuna Ayyub
‘Alaihissalam.
Kendati demikian, tak pernah
sekalipun Beliau mengeluh kepada Allah. Tak pernah terbesit sekalipun dalam
benaknya jika Allah begitu kejam terhadap Beliau. Justru, Beliau semakin dengan
dengan Sang Kholiq lewat untaian dzikir Beliau.
Iblis gagal. Iblis kecewa. Iblis
murka.
Ya, ini semua adalah permohonan
iblis untuk menguji keteguhan iman Sang Nabi. Dia ingin membuktikan jikalau
Ayyub akan berpaling dari Allah setelah rentetan cobaan demi cobaan menimpanya.
Mulai dari terbakarnya rumah beserta harta bendanya hingg meninggalnya ke 12
putra-putri tercintanya.
Namun sekali lagi, iblis gagal.
Iblis tak pernah menyangka jika
kesempatan kedua yang diberikan Allah kepadanya akan sia-sia.
*
Suatu hari, ketika sang istri,
Sayyidah Rahmah, hendak mencari sepotong roti untuk makan suaminya, Nabi Ayyub
tersadar dari tidurnya dan berkata, “Wahai Rahmah, jika kau menginginkan pergi
dari laki-laki lemah ini, pergilah. Namun, izinkan aku berwasiat kepadamu”.
Air
mata Sayyidah Rahmah kembali menetes. Namun dirinya mewajarkan prasangka Sang
suami dan mencoba untuk tetap tersenyum.
“Jangan khawatir, Suamiku. Aku
tidak akan meninggalkanmu selama nafasku masih berhembus”.
Betapa terenyuhnya Nabi Ayyub
mendengar perkataan istrinya. Beliaupun membiarkan Sayyidah Rahmah pergi untuk
mencari makanan.
Sayyidah Rahmah akhirnya mendapatkan
sepotong roti dari seorang ibu yang baik hatinya. Walaupuin Sayyidah Rahmah
harus merelakan 4 kepangan rambut indahnya demi mendapatkan sepotong roti. Rambut
yang sangat disukai oleh suaminya. Dia rela.
Sesampainya
di rumah, Nabi Ayyub curiga perihal sepotong roti itu. Beliau berprasangka jika
istrinya telah menjual dirinya . Hingga akhirnya Beliau bersumpah dalam hati
untuk menjilid istrinya 100 kali.
Sayyidah Rahmah sama sekali tidak
merasa tersinggung. Dia pun menjelaskan apa adanya pada sang suami. Penjelasan
dari istri tercintanya itu membuat Nabi Ayyub kembali terenyuh. Sang istri
hanya tersenyum dengan penuh ketegaran sambil menyuapi suaminya.
Penyakit Nabi Ayyub semakin
mengenaskan. Bengkak akibat menggelembungnya tubuh Beliau mengeluarkan nanah
serta cacing-cacing yang menggerogoti daging Beliau. Hingga semakin lama,
tersisalah hati dan lisan Nabi Ayyub yang tak pernah berhenti mengingat Allah.
18 tahun sudah.
Sayyidah Rahmah semakin prihatin
dengan kondisi sang suami yang tak kunjung membaik. Justru semakin parah.
“Suamiku, sesungguhnya Engkau
adalah seorang nabi yang dimuliakan Allah. Tak ada salahnya jika engkau memohon
kepada-Nya untuk menyembuhkan penyakit ini”.
Nabi Ayyub bertanya kepada sang
istri, “Berapa lama Allah memberikan kenikmatan kepada kita?”
“80 tahun..” Jawab Sayyidah
Rahmah. Parau.
“Aku malu memohon kepada Allah.
Rasanya tak pantas. Karena cobaan ini tidak sebanding, tidak ada apa-apanya
dengan kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan kepada kita.”
Sayyidah Rahmah tersadar bahwa
apa yang dikatakan suaminya itu benar adanya.
Hingga pada akhirnya, tersisalah
2 cacing kecil yang siap memakan hati dan lisan Nabi Ayyub. Tak kuasa, Nabi
Ayyub berkata lirih, “Ya Allah, sesungguhnya aku telah ditimpa kesengsaraan.
Dan Engkau adalah Dzat yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.
Kemudian Allah berfirman,
“Sesungguhnya Aku telah menemukan sabar dalam diri Ayyub. Karena dia tak
mengeluh sama sekali atas segenap cobaannya”.
Seseungguhnya, yang Nabi Ayyub
takutkan adalah bagaimana jika dzikir Beliau kepada Allah terputus. Hanya itu.
Tak lebih.
“Ya Allah, hamba tidak bisa sabar
jika untuk itu...” Suara Beliau kian parau.
Allah kembali berfirman, “Wahai
Ayyub, sesungguhnya lisan, hati, cacing-cacing kecil, hingga sakit yang kau
derita adalah dariKu. Ketahuilah, bahwa sebelumnya 70 Nabi telah memohon
kepadaKu agar diberikan penyakit itu. Namun, Aku memilihmu dengan tujuan
menambah karomahmu”.
Mendengar firman Sang Kholiq,
Nabi Ayyub mulai mengerti akan semuanya.
Tak lama kemudian, Allah
menjatuhkan 2 cacing kecil yang tersisa di badan Nabi Ayyub. Satu cacing jatuh ke
dalam air dan seketika berubah menjadi lintah yang berguna untuk mengobati
penyakitnya. Dan cacing lainnya jatuh ke tanah dan berubah menjadi seekor lebah
yang mengeluarkan madu –yang sampai saat ini- dijadikan obat bagi manusia.
Malaikat Jibril kemudian turun
menghampiri Nabi Ayyub dengan membawa 2 buah delima. Nabi Ayyub terkejut dan bertanya,
“Wahai Jibril, apakah Allah berkirim salam kepadaku?”
Malaikat Jibril menjawab, “Benar
Ayyub. Allah telah berkirim salam kepadamu. Dan Dia memerintahkanmu untuk
memakan 2 buah delima ini untuk menyembuhkan penyakitmu”.
Kemudian, Allah juga memerintah
Nabi Ayyub untuk menghentakkan kaki kanannya di tanah. Dan seketika itu juga
muncullah air hangat yang Beliau gunakan untuk mandi. Demikian juga dengan kaki
kirinya, muncullah mata air yang siap untuk diteguk oleh Beliau.
Lenyaplah sudah seluruh penyakit
Nabi Ayyub. Dzohir batin. Tubuh Beliau pun jauh lebih baik dan wajah Beliau
bersinar bak bulan purnama.
Setelah sembuh dari penyakitnya,
Allah bertanya kepada Beliau, “Apakah engkau menginginkan seluruh anak-anakmu
untuk Aku bangkitkan kembali, Wahai Ayyub?”
“Tidak, Ya Allah. Biarkan mereka
tenang di SurgaMu”
Ayyub lulus. Beliau berhasil
melewati cobaan yang begitu berat dari Allah.
*
Dari sepenggal kisah tadi, hendaknya
kita semua malu. Malu lantaran kerap kali kita mengeluh akibat ujian yang tak seberapa.
Malu lantaran kerap kali kita merasa Allah tidak adil. Malu lantaran kerap kali
kita memohon diberi kenikmatan tanpa mau diberi cobaan.
Sahabatku, sesungguhnya ujian yang
kita dapatkan tak akan pernah sebanding dengan kenikmatan-kenikmatan yang Allah
berikan kepada kita.
Sesungguhnya ujian dari Allah adalah
bukti bahwa Allah sedang berbicara kepada kita. Dia menguji kesabaran dan
keteguhan iman kita lewat berbagai ujiannya. Justru, kita harusnya khawatir
jika Allah tak pernah memberikan kita ujian.
Allah pasti tahu. Allah pasti
menentukan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Oleh karena itu, hendaknya kita bersabar
dan bersyukur jika kita ditimpa ujian. Setelah itu, kita memohon petunjuk
kepada Allah untuk menyelesaikannya. Dan yakinlah bahwa Allah pasti tahu batas
kemampuan kita, sehingga seberat apapun ujian itu, pasti akan ada titik
terangnya.
Bersyukur dan bersabar. Itu muslim.
Luhur, 23 Agustus 2017
Al faqiiroh ilaa rohmati Robbiha
-Afifah Akmalia-
**Kisah
ini dinuqil dari kitab Durrotun Naashihin
Komentar
Posting Komentar